Adanya anggapan dimasyarakat bahwa body shaming kepada orang gemuk akan membuat mereka malu, lalu AKAN TERMOTIVASI untuk mereka dapat lebih sehat lagi.

Adanya anggapan “kebebasan berpendapat” di teknologi komunikasi sosial yang semakin memudahkan. Mereka lupa bahwa segala sesuatu ada etikanya.
Secara tidak sadar banyak orang mencari pelampiasan permasalahan diri dan hidupnya à karena belum mampunya self healing dari unfinished bussines dalam dirinya. Karena gempuran teknologi orang semakin memiliki role model dari dunia media sosial dan tidak memiliki norma etika yang standar.

Ternyata perbuatan body shaming atau penghinaan fisik di media sosial maupun ruang publik dapat dilaporkan ke kepolisian dan dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik/penghinaan (delik aduan) serta Pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan.

Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Sedangkan, berdasarkan Pasal 315 KUHP berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Namun meskipun sanksi yang diberikan sudah ditetapkan, hal tersebut masih belum mempengaruhi seseorang untuk berhenti melakukan body shaming tersebut hingga saat ini. Sehingga agar terhindar dari kebiasaan menjadi pelaku Body Shaming adalah: