i. Dalam hal hasil pemeriksaan ulang RT-PCR pada saat kedatangan sebagaimana dimaksud dalam huruf e dan huruf f menunjukkan hasil positif, maka dilakukan perawatan di RS bagi WNI dengan biaya ditanggung oleh pemerintah dan bagi WNA dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri;

j. Dalam hal WNA tidak dapat membiayai karantina mandiri dan/atau perawatannya di RS, maka pihak sponsor, K/L/BUMN yang memberikan pertimbangan izin masuk bagi WNA tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban yang dimaksud;

k. Bagi WNI dan WNA dilakukan tes RT-PCR kedua dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Pada hari ke-6 karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang melakukan karantina dengan durasi 7 x 24 jam; atau

ii. Pada hari ke-9 karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang melakukan karantina dengan durasi 10 x 24 jam.

l. Dalam hal tes ulang RT-PCR sebagaimana dimaksud pada huruf k menunjukkan hasil negatif, bagi WNI dan WNA diperkenankan melanjutkan perjalanan dan dianjurkan untuk melakukan karantina mandiri selama empat belas hari serta menerapkan protokol kesehatan;

m. Dalam hal hasil positif sebagaimana dimaksud pada huruf k, maka dilakukan perawatan di RS bagi WNI dengan biaya ditanggung oleh pemerintah dan bagi WNA dengan biaya seluruhnya ditanggung mandiri;

n. Pemeriksaan tes RT-PCR sebagaimana dimaksud pada huruf k dapat dimintakan pembanding secara tertulis dengan mengisi formulir yang telah disediakan KKP atau kementerian yang membidangi urusan kesehatan dengan biaya pemeriksaan ditanggung sendiri oleh pelaku perjalanan luar negeri;

o. Pelaksanaan tes pembanding RT-PCR sebagaimana dimaksud pada huruf n dilakukan secara bersamaan atau simultan oleh KKP di dua laboratorium untuk tujuan pemeriksaan pembanding S-Gene Target Failure (SGTF) dan pemeriksaan pembanding hasil RT-PCR, yaitu di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD), Rumah Sakit Bhayangkara Raden Said Sukanto (RS Polri), atau laboratorium pemerintah lainnya (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, Laboratorium Kesehatan Daerah, atau laboratorium rujukan pemerintahan lainnya);

p. KKP Bandara dan Pelabuhan Laut Internasional memfasilitasi WNI atau WNA pelaku perjalanan luar negeri yang membutuhkan pelayanan medis darurat saat kedatangan di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

q. K/L/pemerintah daerah (pemda) yang menyelenggarakan fungsi terkait dengan WNI dan/atau WNA menindaklanjuti SE ini dengan melakukan penerbitan instrumen hukum yang selaras dan tidak bertentangan dengan mengacu pada SE ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

r. Instrumen hukum sebagaimana dimaksud pada huruf q merupakan bagian tidak terpisahkan dari SE ini.

5. WNA dengan status kepala perwakilan asing yang bertugas di Indonesia dan keluarga dapat diberikan dispensasi terhadap pelaksanaan karantina terpusat selama 7 x 24 jam sebagaimana dimaksud pada angka 4.e. berupa pelaksanaan karantina mandiri bersifat individual.

6. Dispensasi berupa pengecualian kewajiban karantina dapat diberikan kepada WNI dengan keadaan mendesak, seperti: memiliki kondisi kesehatan yang mengancam nyawa, kondisi kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus, atau kedukaan karena anggota keluarga inti meninggal.

7. Penutupan sementara WNA yang masuk ke wilayah Indonesia dan kewajiban karantina dikecualikan, dengan syarat menerapkan sistem bubble dan protokol kesehatan ketat, bagi WNA dengan kriteria sebagai berikut:

a. Pemegang visa diplomatik dan visa dinas;

b. Pejabat asing setingkat menteri ke atas beserta rombongan yang melakukan kunjungan resmi/kenegaraan;

c. Pelaku perjalanan yang masuk ke Indonesia melalui skema TCA;

d. Delegasi negara-negara anggota G20; dan

e. Pelaku perjalanan yang merupakan orang terhormat (honourable persons) dan orang terpandang (distinguished persons). Pelaku perjalanan orang terhormat atau honourable persons adalah mantan kepala negara atau mantan kepala pemerintahan suatu negara. Sedangkan, pelaku perjalanan orang terpandang atau distinguished person adalah individu pemegang jabatan yang memiliki nilai sosial dan ekonomi tinggi di mata dunia internasional, seperti: pemenang Nobel, tokoh agama global, tokoh masyarakat global, dan tokoh ekonomi global.

8. Pemberian dispensasi pelaksanaan karantina mandiri sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan dispensasi pengecualian kewajiban karantina sebagaimana dimaksud pada angka 7 diajukan minimal tujuh hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas Penanganan COVID-19 Nasional dan dapat diberikan secara selektif, berlaku individual, dan dengan kuota terbatas berdasarkan kesepakatan hasil koordinasi antara Satgas Penanganan COVID-19, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

9. Permohonan dispensasi berupa pengecualian kewajiban karantina bagi WNI dengan keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada angka 6 diajukan minimal tiga hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas Penanganan COVID-19 Nasional dan dapat diberikan secara selektif, berlaku individual, dan dengan kuota terbatas berdasarkan kesepakatan hasil koordinasi antara Satgas Penanganan COVID 19, Kemenko Marves, serta Kemenkes.

10. Pelaksanaan karantina mandiri sebagaimana dimaksud pada angka 5 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Memiliki kamar tidur dan kamar mandi yang tersendiri untuk setiap individu pelaku perjalanan luar negeri;