Adanya cemaran bahan beracun pada zat pelarut obat sirop penyebab gangguan ginjal akut pada balita

Kemenkes telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Temuan itu pun ditindak lanjuti oleh BPOM, sebagai pemegang otoritas atas peredaran produk farmasi, dengan melakukan penarikan obat-obat berbahaya. ‘’Supaya bisa cepat, perlu dipertegas (oleh BPOM), agar jelas obat-obatan mana yang harus kita tarik. Karena yang meninggalnya puluhan per bulan, dan ini yang bisa terdeteksi kita sudah sekitar 35 sebulan,” ungkap Menkes Budi.

Untuk meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan, Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirop, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas. Kemenkes juga telah meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirop kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

‘’Kemenkes mengimbau, masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tak mengonsumsi obat dalam bentuk cair/sirop tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur dokter Syahril, Juru Bicara Kementerian Kesehatan. Sebagai alternatif, kata dokter Syahril, bisa digunakan bentuk sediaan yang lain, seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya.

Dokter Syahril pun tegas menolak desas-desus yang mengaitkan gejala gagal ginjal pada balita itu dengan vaksinasi Covid-19. ‘’Sebagian besar dari pasien AKI ini adalah balita usia 1–1,5 tahun dan vaksinasi  itu baru dilakukan pada anak-anak usia 6 tahun ke atas,’’ ujarnya.