Antara lain, tambah Rerie, sulitnya melakukan pencegahan dan deteksi dini, diagnosis yang keliru dan tertunda, kurangnya akses terhadap fasilitas kesehatan, dan risiko kambuhnya kanker setelah pengobatan turut menjadi rintangan menuju kesembuhan.

Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr Cut Putri Arianie, MHKes mengungkapkan, saat ini satu dari lima anak Indonesia yang menderita kanker tidak dapat ditolong dan dua pertiga yang survive, menderita dalam jangka panjang.

Penanganan kanker anak, menurut Cut Putri, tidak bisa dilakukan seperti penanganan kanker orang dewasa, karena membutuhkan keahlian khusus.

Untuk mencegah anak menderita kanker, Cut Putri mengungkapkan, diperlukan promosi kesehatan dalam bentuk penyampaian informasi dan edukasi terkait kanker anak, agar masyarakat dan orang tua bisa melakukan deteksi dini terhadap anak mereka.

Kepala Bagian Anak RS Kanker Dharmais, dr. Haridini Intan, SpA(K) mengungkapkan, data WHO mencatat sekitar400.000 anak dan remaja setiap tahun terdiagnosis kanker. Sedangkan di Indonesia, tercatat 11.000 anak setiap tahun terdiagnosis kanker.

Jenis kanker yang sering terjadi pada anak, jelas Haridini, antara lain adalah leukemia, lymphoma dan tumor syaraf pusat. Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan kasus kanker itu, menurut dia, adalah masalah diagnostik dalam upaya mendeteksi kanker pada anak, seperti keterlambatan diagnostik dan keterbatasan pemeriksaan.

Menurut Haridini, saat ini dibutuhkan sistem pencatatan data (registry kanker anak) yang baik untuk mengetahui besaran masalah dengan lebih baik sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah.