Menurut Yafeti, keputusan tegas majelis hakim dinilai sudah sangat tepat dan mencerminkan kenetralan majelis hakim dalam menjalankan hukum acara persidangan, karena kalau sampai diijinkan Tergugat I untuk melanggar, maka hal ini bisa menimbulkan prasangka bahwa majelis hakim berpihak pada Tergugat I.

“Hal ini akan dikaitkan dengan majelis hakim yang terkesan melakukan pembiaran saksi fakta pendeta Novi dari tergugat I beberapa saat yang lalu untuk beropini tanpa melakukan teguran,” ujar Yafeti.

Terkait Kodam tidak jadi menghadirkan saksi, menurut Yafeti, terlihat jelas Pangdam yang baru Mayjen TNI Rafael adalah sosok pemimpin yang bijak. Dengan tidak menghadirkan saksi akan diapresiasi banyak pihak, karena sudah jelas Kodam tidak berpihak.

“Penutupan restoran oleh Pangdam yang lama, Mayjen Farid Makruf, dengan dasar CV. Kraton tidak membayar PNBP, hal itu sesuatu yang ganjil. Karena selain KPKNL sudah mengeluarkan bukti keputusan besaran PNBP pada tanggal 28 April 2023, CV.Kraton sudah jaminkan emas untuk jaminan pembayaran PNBP pada tanggal 11 Mei 2023, namun sehari aesudahnya justru Kodam menyegel resto Sangria pada tanggal 12 Mei 2023. Semua sudah terang benderang dalam jalannya persidangan,” ujar Yafeti.

“Semoga dengan Pangdam yang baru, Mayjen TNI Rafael perkara penutupan restoran Sangria bisa terselesaikan dengan baik,” pungkas Yafeti.

Sementara itu, Pengacara Arief Nuryadin, SH., kuasa hukum dari Penggugat mengatakan bahwa pihak Tergugat I mau mengajukan saksi ahli menunjukkan ketidakpahaman pihak Tergugat I dalam persidangan.

“Semua sudah diatur dalam hukum acara, jadi kita jalani persidangan  tidak boleh melenceng dari sana. Dan Kodam tidak menghadirkan saksi, saya lihat sebagai bentuk kenetralan Kodam dalam perkara ini. Kenetralan itu juga terlihat dari KPKNL Surabaya selaku Turut Tergugat I, yang sudah menyerahkan bukti dan pasif dalam persidangan ini,” ujar Arief Nuryadin.