Dalam  catatan Menkes Budi Gunadi Sadikin, sebatas dengan kasus yang terjadi di Indonesia, kalau pun varian Omicron ini bisa menghindari antibodi orang, tak berarti strain virus itu dapat menetralisir seluruh sistem pertahanan tubuh. Elemen T-sel di dalam plasma darah masih berfungsi dan mampu membentuk antibodi baru untuk menahan virus berkembang. Walhasil, katanya, secara klinis akibat yang ditimbulkan lebih ringan. ‘’Hospitalization rate-nya jadi tidak tinggi,’’ katanya.

Pengalaman sepanjang Desember menahan penularan Omicron ini pun memberi keyakinan kepada pemerintah untuk memangkas durasi karantina. Sebelumnya, para pelaku perjalanan dari 13 negara yang dinilai mengalami tramsmisi Omicron lokal yang tinggi (10 negara dari  Afrika ditambah Inggris, Denmark, dan Norwegia) wajib menjalani masa karantina 14 hari. Kini durasinya dipangkas menjadi 10 hari.

Pelaku perjalanan dari negara lainnya,sebelumnya dikenai kewajiban karantina 10 hari, kini menjadi 7 hari saja. Namun, pemerintah mempertimbangkan kelompok 13 negara itu bisa ditambah dengan negara yang mengalami lonjakan Omicron cukup tinggi. Di luar Eropa, negara  yang mencatat  kasus  lonjakan Omicron dengan transmisi lokalnya yang tinggi, antara lain, Amerika Serikat.

Di Asia penyusupan Omicron juga tak terbendung. India pada awal pekan ini mencatatkan 1.700-an  kasus Omicron dan sebagian akibat transmisi lokal. Negara tetangga Singapura mengumumkan ada 487 kasus  Omicron dan 179 di antaranya dari transmisi lokal per  Senin 3 Januari 2022. Di Thailand, per 1 Januari 2022 telah tercatat 1.145 kasus, dan 525 di antaranya  adalah penularan lokal. Sejauh ini tidak ada laporan kematian akibat Omicron baik di Thailand maupun Singapura.

Antisipasi Lonjakan

Meski Omicron belum menunjukkan keganasannya, pemerintah mengantisipasi kemungkian terjadi lonjakan akibat penularan lokal. Menkes Budi Gunadi menyebutkan bahwa secara nasional terdapat 400 ribu tempat tidur (bed) pasien, dan 120 ribu di antaranya didedikasikan untuk Covid-19.