“Lima proposal tadi itu saya setuju. Tapi kita harus ingat bahwa Indonesia ini negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, Religius Nation State harus menjadi bingkai dari lima proposal yang tadi ditawarkan oleh Ketua DPD RI,” tegas Prof Suteki.

Dikatakannya, Pancasila itu sesungguhnya sudah mendarah daging di dalam masyarakat Indonesia. Hanya saja, dalam praktiknya justru terjadi penyimpangan yang luar biasa. “Bahkan sejak bangsa ini berdiri sudah ada penyimpangan Pancasila. Kita lihat era Bung Karno, dasarnya Pancasila, tapi mempraktikkan konsep republik serikat dan lain sebagainya. Bahkan, penyimpangan itu terjadi hingga kini,” tutur Prof Suteki.

Pada titik itulah Prof Suteki menilai pentingnya konsistensi paradigma. Sebab, katanya, Pancasila ibarat kertas murni. “Tintanya tergantung rezim mana yang menuliskan,” tegas dia.

Dikatakannya, jika Ketua DPD RI ingin agar kembali ke UUD 1945 ini dilakukan sebelum Pemilu yang jatuh pada 14 Februari 2024, maka jalan satu-satunya adalah melalui Dekrit Presiden.

“Jadi prinsipnya, saya setuju dengan lima proposal tadi yang digenapi dengan memastikan bahwa dia dilengkapi dengan bingkai religius nation state,” tutur Prof Suteki.

Sebagaimana diketahui, sebagai pelopor gerakan kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya diperbaiki dengan teknik addendum, Ketua DPD RI menawarkan lima proposal kenegaraan.

Yaitu mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Membuka adanya peluang anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Dengan begitu, selain diisi oleh anggota dari partai politik, nantinya DPR RI juga akan diisi anggota dari unsur perseorangan.