Hasto juga menerangkan,  dalam rangka pencegahan perkawinan usia anak, di Jawa Timur, Gubernur Khofifah membuat surat edaran untuk sosialisasi pentingnya mencegah perkawinan anak usia dini, karena indikator BKKBN tentu bagaimana bisa menurunkan Acepter usia 15-19.

“Tugas baru BKKBN adalah percepat penurunan stunting, dan inilah saatnya saatnya kita fokus dengan kualitas penduduk dengan percepatan penurunan angka stunting. Kami berharap terjadi leading di dalam program percepatan penurunan stunting. Karena program penurunan TFR tidak sebesar di provinsi lain, kami berharap dengan menutup celah demografi ini mungkin Jawa Timur akan lebih cepat dari Jawa Barat atau Jawa Tengah. Bonus demografi akan lebih cepat di Jawa Timur, DIY dan Bali,” urainya.

BKKBN Mengemban amanah sebagai ketua pelaksana dalam percepatan penurunan stunting, faktor paling besar stunting adalah lingkungan, perumahan, pendidikan dan kemisikinan masih 70%. Bahwa jumlah bayi yang lahir dibawah standar, masih diatas 20% kelahiran belum cukup waktu masih diatas 25%, untuk menyelesaikan rumah, pendidikan, air bersih membutuhkan waktu maka dimasa pandemi dan juga keterbatasan anggaran perhatian khusus kepada proses sebelum nikah, hamil sampai dimasa interfal menjadi sangat strategis.

“Meskipun kita pendidikannya belum tinggi kita bisa melahirkan anak tidak stunting, meskipun lingkungan 100% tidak kumuh tapi bisa melahirkan anak stunting itulah tekat kami untuk bisa menurunkan angka stunting menuju 14% sesuai target presiden di tahun 2024. Persiapan hamil jangan nikah terlalu mudah, bagi yang sudah cukup usia untuk menikah bagi perempuan harus memenuhi syarat untuk hamil,” terang Hasto.