Surabaya – Ada hal menarik yang terjadi dalam perjalanan persidangan gugatan wanprestasi CV.Kraton Resto terhadap Ellen Sulistyo (Tergugat I) dalam pengelolaan resto Sangria by Pianoza.

Hal itu adalah adanya perbedaan pendapat di antara ahli yang dihadirkan Tergugat I pada sidang hari Senin (18/3/2024) yang lalu, dengan ahli yang dihadirkan Tergugat II dalam sidang hari Selasa (2/4/2024).

Dari perbedaan itu, namun keduanya “setuju” dalam satu hal, yaitu bahwa tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan apa yang dijanjikan adalah wujud “wanprestasi”. terlepas apakah perjanjian dilakukan secara lisan, dibawah tangan, apalagi Notarial.

Ahli yang dihadirkan Tergugat II dalam sidang hari Selasa kemarin adalah Dosen fakultas hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, pakar hukum perdata perikatan bernama Dr. Krisnadi Nasution, S.H., M.H., dengan jabatan fungsional sebagai Lektor Kepala. Sedangkan ahli yang dihadirkan oleh Tergugat I beberapa waktu lalu adalah dosen fakultas hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr. Ghansham Anand, S.H., M.H.

Dari pengamatan media, dalam persidangan agenda mendengarkan keterangan ahli Ghansham dan keterangan ahli Krisnadi yang mana keterangan pendapat tesebut disampaikan pada kesempatan yang berbeda, namun ada kemiripan pertanyaan yang diajukan kuasa hukum para pihak.

Dalam persidangan ini ada hal menarik, Dr.Gansham diduga tidak melakukan kajian mendalam terhadap materi gugatan atau diduga tidak diberikan data yang akurat oleh Tergugat I ?. Karena hampir semua pendapat Dr.Gansham seolah dipatahkan oleh keterangan Dr.Krisnadi kecuali mengenai tidak melakukan apa yang di sepakati dalam perjanjian, dimana keduanya setuju bahwa itu masuk dalam kategori perbuatan wanprestasi.

IMG 20240405 WA0007Dalam sidang yang sebelumnya Ghansham menyampaikan bahwa Direktur CV menggugat komisaris yang diberi kuasa sama halnya menggugat diri sendiri.

Dr.Krisnadi menegaskan bahwa siapa saja punya hak untuk menggugat pihak manapun, termasuk partnernya sendiri. Dan ini melekat pada hak pribadi individual dan tidak melanggar aturan.

Terkait antara MOU/05/IX/2017 dan SPK/05/XI/2017, Ghansham mengatakan yang berlaku adalah SPK/05/XI/2017 bukan MOU/05/IX/2017.

Hal berbeda dikatakan oleh Krisnadi bahwa MOU/05/IX/2017 dan SPK/05/XI/2017 adalah produk yang saling mengikat tidak bisa dipisahkan, karena objeknya sama yaitu sebidang tanah di Jl.Dr.Sutomo 130, Surabaya dan tidak ada pembatalan atau pasal dalam SPK/05/XI/2017 yang membatalkan MOU/05/IX/2017. Jadi Keduanya berlaku dan saling terkait.

Menurut kuasa hukum Tergugat II, Advokat Yafeti Waruwu, S.H., M.H., Dr.Gansham diduga “gagal paham” dan menyimpulkan dengan sembrono bahwa “Kesepakatan Kerjasama (MOU) Pemanfaatan asset TNI AD DHI Kodam V/ Brawijaya” Nomor MOU/05/IX/2017 sebagai “Memorandum of Understanding (MoU).

“Padahal Judul maupun isi (roh) dari perjanjian tersebut adalah “Kesepakatan” dan tidak ada kata “Nota kesepahaman”. Selain itu dalam Kesepakatan, tercantum hak dan kewajiban para pihak, sedang dalam nota kesepahaman, tentunya tidak akan tercantum hak dan kewajiban secara detail,” ujar Yafeti beberapa waktu lalu.

Perjanjian akta pengelolaan antara Tergugat I dan Tergugat II, menurut Ghansham, pada bagian komparasi tidak dimuat keterangan Tergugat II bertindak berdasarkan kuasa dari Penggugat, hal ini berakibat akta otentik terdegradasi menjadi akta dibawah tangan.

Pernyataan Ghansham ini dimentahkan oleh keterangan ahli Krisnadi yang mengatakan bahwa selama syarat – syarat dalam pasal 1320 terpenuhi, maka perjanjian sah. Masalah surat kuasa dimasukan atau tidak adalah domain notaris bukan para pihak (red: notaris beberapa waktu lalu sudah bersaksi bahwa akte tersebut sah ada surat kuasa dan sesuai dengan SOP yang berlaku umum).