SURABAYA, Surabaya Kota – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya mengoptimalkan produksi dan penyerapan garam dalam negeri karena produksi belum memenuhi kebutuhan industri.
Plt Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin Ignatius Warsito mengatakan, produksi garam lokal saat ini belum memenuhi seluruh kebutuhan industri. Negara perlu menggunakan instrumen impor dalam rangka menjamin ketersediaannya.
“Pada tahun 2023, kebutuhan garam nasional mencapai 4,9 juta ton dengan komposisi mayoritas berada di sektor industri manufaktur sebesar 90,9 persen,” terang Ignatius.
Pemerintah juga perlu melakukan penerapan kebijakan secara cermat untuk menjamin pengelolaan komoditas garam secara tepat. Pasalnya banyak sektor industri yang kegiatan komersialnya bergantung pada garam, di antaranya industri khlor alkali, aneka pangan, dan farmasi.
Berdasarkan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, pemerintah mendapatkan amanat menjamin ketersediaan bahan baku atau bahan penolong dari dalam negeri atau luar negeri bagi perusahaan industri. Regulasi itu dirinci secara khusus melalui Perpres nomor 23/2022 tentang Neraca Komoditas.
Di dalamnya mengatur secara khusus agar tercipta keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan sehingga produksi garam lokal dapat diserap maksimal dengan harga sesuai harapan dan pengguna garam terjamin pasokannya.
“Skema ini tentunya perlu untuk dievaluasi secara sinambung. kami berharap dan berupaya kemudian hari, indonesia mencapai cita-cita swasembada garam industri,” kata Ignatius.
Kemenperin menyambut baik atas prakarsa penerbitan Peraturan Presiden Nomor 126/2022 tentang Percepatan Pembangunan Penggaraman Nasional. Melalui regulasi tersebut, setiap kementerian atau lembaga terkait diamanatkan untuk dapat bersinergi untuk mewujudkan kemandirian garam.
“Kami menyadari kita masih banyak mendapatkan tantangan dalam upaya meraih tujuan itu. Produksi garam lokal masih belum konsisten dan kurang optimal,” imbuh Ignatius. Produksi tertinggi dalam kurun sepuluh tahun terakhir hanya mencapai 2,9 juta ton.
“Volume ini masih jauh dari angka kebutuhan yang mencapai 4,5 juta ton per-tahun,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Indonesia (HMPGI) Jawa Timur Mohammad Hasan berharap pemerintah dapat memberikan pembinaan dan solusi untuk meningkatkan produktivitas pertanian garam.
“Produksi garam nasional kita masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan garam nasional secara menyeluruh, terutama di industri,” jelas Hasan.
Hasan berharap melalui upaya pemerintah, para petani didukung dengan penggunaan teknologi untuk meningkatkan kualitas garam. “Artinya, ini memberi harapan buat masyarakat petambak garam, bagaimana pemerintah memberi peluang yang sebesar-besarnya bagi industri melakukan penyerapan terhadap garam dalam negeri,” ungkap Hasan. (Dang)