SURABAYA, Surabaya Kota – Mahasiswa S3 Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, yang juga anggota Densus 88, Kombes Pol Kurnia Wijaya, menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan belasan eks narapidana teroris (Napiter).

FGD atau diskusi yang berlangsung hangat dan gayeng ini mengangkat tema tentang strategi pendampingan masyarakat korban paham terorisme. Dalam diskusi yang berlangsung di balai pertemuan Kecamatan Tambaksari Surabaya ini, turut melibatkan pemantik dari beberapa pakar hukum. Mulai Hukum Islam, Ketenagakerjaan, Pidana, Investasi hingga sumber daya alam.

Salah satu eks Napiter asal Surabaya, AF mengapresiasi diskusi tersebut. Menurut AF, Langkah-langkah yang perlu diambil segera adalah menghapus stigma buruk pada eks Napiter yang kembali ke pelukan bumi Pertiwi, NKRI.

“Ini penting. Imbasnya itu kemana-mana, misal anak nggak bisa sekolah, kena label tadi kan,” kata AF. Senada dengan AF, SU mengaku, pola intervensi tak sebatas mengubah niat semata, namun juga pola pikir terduga teroris.

“Sehingga peran masing masing jelas, termasuk kami yang juga terlibat dalam deradikalisasi itu,” ujar SU. Dia berharap pola intervensi mampu mengajak dan mengubah pola pikir secara menyeluruh pada terduga teroris selama menjalani proses pidana.

Mahasiswa S3 Untag Kombes Pol Kurnia Wijaya, mengungkapkan pemilihan tema diskusi itu selain sebagai bentuk pertanggungjawaban, juga ikhtiar pendampingan eks narapidana terorisme yang berbasis keadilan.

“Kami ingin menunjukkan ke khalayak, mereka juga saudara sebangsa setanah air, mereka itu korban,” ujar Kurnia usai diskusi.

Dia mengungkapkan, masa hukuman yang berbeda-beda itu membuktikan bahwa intervensi humanis dalam membawa eks napiter kembali ke pemikiran semula.

“Paham radikal itu terkikis, menghilang, akhirnya semua sudah NKRI yang harga mati,” ungkap Kurnia lagi.

Soal pelaksanaan tempat yang berlangsung di kecamatan dinilai cukup relevan. Sebab, masyarakat tingkat kecamatan-lah yang punya peran lebih untuk mendampingi eks Napiter untuk berubah dan meningkatkan taraf perekonomian dan kehidupannya.

Termasuk peran musyawarah pimpinan Kecamatan (Muspika) juga punya peran penting untuk terus melakukan monitoring dan pendampingan berkala kepada eks napiter tersebut.

“Makanya diskusi ini juga hadir, Kapolsek, Camat dan Danramil Tambaksari,” terang Kasubdit Sosialisasi Dit Idensos Densus 88 Anti teror Mabes Polri tersebut.

Disamping proses intervensi dan pendampingan sosial berjalan, proses penyelesaian pidana tetap berlangsung. Dia mengungkapkan Mabes Polri telah memproses 2.735 terpidana terorisme. Lanjut dia, ada 1.010 orang dengan rincian 411 orang di lapas dan 433 orang masih jalani proses hukum.

“Ada 1.725 orang yang sudah keluar lapas dan kembali ke masyarakat, ini yang perlu dikawal bersama,” jelasnya.

Kurnia juga mengapresiasi penuh atas beberapa eks napiter yang berhimpun membentuk satu sektor usaha. seperti, mengagas peternak, perkebunan kopi, produksi madu dan UMKM lainnya.

“Makanya kami juga melibatkan teman teman eks ini, dan ini terbukti efektif,” ucapnya. Dia berharap keterlibatan lintas sektor ini mampu menekan dan meminimalisir tindakan terorisme yang masih membayang-bayangi NKRI.

“Disamping itu densus setiap bulan bisa menangkap 20an orang setiap terduga teroris, ya termasuk di Surabaya,” pungkasnya. (Dang)