Masalah Stunting di NTT Segera Diantisipasi
Surabaya Kota, NTT – Masalah Stunting di NTT “PR” Kita Bersama. Stunting bukanlah kutukan, padahal stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu  hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.

Masalah Stunting di NTT Segera Diantisipasi

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi yang berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Anak-anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar, di bawah median standar pertumbuhan anak.

Masalah Stunting di NTT Segera Diantisipasi

Pemeriksaan calon pengantin 3 bulan sebelum menikah menjadi aspek hulu yang hisa dilakukan untuk untuk “mengantisipasi” potensi lahirnya bayi-bayi stunting.

Tindakan yang tepat selama proses kehamilan, lahirnya buah hati hingga 1.000 hari pertama kehidupan, menjadi kunci lahirnya bayi-bayi sehat. Belum lagi masalah sanitasi, masalah jamban, persoalan ketersedian air bersih serta literasi tentang asupan gizi menjadi hal yang tidak bisa

Nusa Tenggara Timur (NTT) masih memiliki “pekerjaan rumah” atau “PR” besar  untuk persoalan angka stunting yang tinggi. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 NTT memiliki  15 kabupaten berkategori  “merah”.  Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Masalah Stunting di NTT Segera Diantisipasi

Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas  46 persen

Bahkan, lima kabupaten di NTT masuk ke dalam 10 besar daerah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air. Ke lima kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan di urutan pertama, Timor Tengah Utara di posisi ke dua, Alor di peringkat ke-lima, Sumba Barat Daya di rangking ke-enam, serta Manggarai Timur di posisi 8 dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting.

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen. @red.